Senin, 14 September 2015

sejarah lahirnya pancasila

SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA (Sebagai Ideologi & Dasar Negara)


Tiga setengah abad lebih, bangsa kita dijajah bangsa asing.
Tahun 1511 Bangsa Portugis merebut Malaka dan masuk kepulauan Maluku, sebagai awal sejarah buramnya bangsa ini, disusul Spanyol dan Inggris yang juga berdalih mencari rempah - rempah di bumi Nusantara. Kemudian Tahun 1596 Bangsa Belanda pertama kali datang ke Indonesia dibawah pimpinan Houtman dan de Kyzer. Yang puncaknya bangsa Belanda mendirikan VOC dan J.P. Coen diangkat sebagai Gubernur Jenderal Pertama VOC.

Penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 9 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki Indonesia, sebab tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah melawan tentara Sekutu.

Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura) Dalam maklumat tersebut sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.

Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama tersebut yang dibicarakan khusus mengenai dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama tersebut 2 (dua) Tokoh membahas dan mengusulkan dasar negara yaitu Muhammad Yamin dan Ir. Soekarno.

Tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai calon dasar negara secara lisan yang terdiri atas lima hal, yaitu :
  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri Ketuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat

Selain secara lisan M. Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yaitu :
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Persatuan Indonesia
  3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
  4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
  5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Kemudian pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno (Bung Karno) mengajukan usul mengenai calon dasar negara yaitu :
  1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
  2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
  3. Mufakat atau Demokrasi
  4. Kesejahteraan Sosial
  5. Ketuhanan yang Berkebudayaan

Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama PANCASILA, lebih lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
  1. Sosio nasionalisme
  2. Sosio demokrasi
  3.  Ketuhanan.
Selanjutnya oleh Bung Karno tiga hal tersebut masih bisa diperas lagi menjadi Ekasila yaitu GOTONG ROYONG.

Selesai sidang pembahasan Dasar Negara, maka selanjutnya pada hari yang sama (1 Juni 1945) para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945.

Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas 8 orang, yaitu:
  1. Ir. Soekarno
  2. Ki Bagus Hadikusumo
  3. K.H. Wachid Hasjim
  4. Mr. Muh. Yamin
  5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
  6. Mr. A.A. Maramis
  7. R. Otto Iskandar Dinata dan
  8. Drs. Muh. Hatta

Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujui dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul - usul/ Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu: Ir. Soekarno, Drs. Muh. Hatta, Mr. A.A. Maramis, K.H. Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, Mr. Ahmad Subardjo dan Mr. Muh. Yamin. Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini berhasil merumuskan Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian dikenal dengan sebutan PIAGAM JAKARTA.

Dalam sidang BPUPKI kedua, Tanggal 10 s/d 16 Juli 1945, hasil yang dicapai adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar. Tanggal 9 Agustus 1945 dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dan pada Tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan mem-Proklamasi-kan Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama :
  1. Mengesahkan Rancangan Hukum Dasar dengan Preambulnya (Pembukaan)
  2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang sangat panjang, sehingga sebelum mengesahkan Preambul, Drs. Muhammad Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata KETUHANAN yang berbunyi 'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan.

Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Bung Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya 'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan 'Yang Maha Esa', sehingga Preambule (Pembukaan) UUD1945 disepakati sebagai berikut : 

UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PEMBUKAAN (Preambule)

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan perikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Ke-rakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dan untuk dapat melaksanakan PANCASILA sebagai ideologi dan dasar negara sekaligus sebagai pandangan hidup seluruh Rakyat Indonesia, maka Pancasila diterjemahkan dalam butir - butir Pancasila yaitu :

1. KETUHANAN YANG MAHA ESA :
  • Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  • Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  • Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  • Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  • Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
  • Menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
  • Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

2. KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB :
  • Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
  • Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  • Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
  • Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
  • Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  • Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  • Berani membela kebenaran dan keadilan.
  • Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
  • Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. PERSATUAN INDONESIA :
  • Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  • Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
  • Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
  • Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
  • Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
  • Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
  • Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILAN :
  • Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
  • Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  • Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  • Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
  • Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
  • Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
  • Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  • Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  • Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  • Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
5. KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA :
  • Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  • Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
  • Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  • Menghormati hak orang lain.
  • Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
  • Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasaN terhadap orang lain.
  • Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gayA hidup mewah.
  • Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikaN kepentingan umum.
  • Suka bekerja keras.
  • Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
  • Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Minggu, 09 Agustus 2015

sejarah perkembangan bahasa indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.

Bahasa Indonesia

Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.

Kamis, 19 Februari 2015

TUGAS BAHASA INDONESIA

TUGAS BAHASA INDONESIA
TANGGAL  17 FEBRUARI 2015 PAKET HALAMAN 79
ANGGOTA KELOMPOK :
1.     ESTI RAMADHANI
2.     INDAH PUJI SAFITRI
3.     LISTYA MAYA SARI
4.     NUR AFIFAH FIYANI

A.    FOKUS PEMBAHASAN :  “Belajar ikhlas dari Hafalan Shalat Delisa”

1.     Tema : Kehidupan sosial
2.     Pengindraan atau Imajinasi :
·        Pengindraan Bidang Visual dan Audio
Dikatakan pengindraan visual karena kami dapat memahami film tersebut melalui indra penglihatan yaitu mata, yang fungsinya untuk mengapresiasi peristiwa yang terjadi dalam film tersebut.
Dikatakan juga sebagai pengindraan audio karena kami dapat mendengar suara dari tokoh-tokoh pemeran dan instrumen music yang menggambarkan keadaan dari film tersebut.
3.     Nilai-nilai yang terkandung :
·        Nilai agama
Di gambarkan saat ustaz Rahman mengajarkan kepada Delisa tentang keagamaan seperti pada saat mengerjakan salat harus engan khusyu tidak perlu memperhatikan keadaan sekitar.
·        Nilai moral
Pengarang menggambarkan watak tokoh pada cerita penuh rasa ikhlas. Setelah bencana itu melanda perkampungan tidak ada lagi yang tersisa, yang ada hanya tangisan. Setelah delisa dirawat di klinik dia sadar bahwa kakinya telah diamputasi tetapi delisa dapat menerimanya dengan ikhlas.
Delisa salat bukan karena ingin mendapat kalung, tetapi dia ingin salat yang benar.
·        Nilai sosial
Ketika delisa membangkitkan semangat umam dan delisa juga memberi semangat kepada ustaz Rahman yang hampir patah semangat.
4.     Penyajian :
Menurut kelompok kami, teks ulasan yang disajikan penulis memiliki sisi kelebihan dan sisi kekurangan. Dilihat dari kelebihannya, teks ulasan ini memuat beberapa aspek penting dan pokok, sehingga memudahkan penulis untuk memahami teks tersebut. Dilihat dari kekurangannya, penulis kurang memperhatikan kata kata yang digunakan itu baku atau tidak. Contoh seperti kata salat menjadi shalat dan kata ustaz menjadi ustad, hal ini dapat berpengaruh besar dalam aspek kebahasaan karena dapat merusak kaidah kebahasaan yang baik dan benar.

B.     PEMBAHASAN HALAMAN  81
1.     DISKUSI DARI TEKS ULASAN “Belajar ikhlas dari Hafalan Shalat Delisa”
A.      Pernah
B.     Menurut pendapat kami, efek dan cara penanggulannya sangat berbeda dikarenakan teknologi yang kurang maju. Seperti pada saat melakukan pengevaluasian korban sangat kesulitan untuk menemukan korban hingga memerlukan waktu berminggu-minggu. Kerusakan yang terjadi juga berdampak besar penduduk kehilangan rumah, hingga keluarga bahkan nyawa.
C.     Peristiwa yang tergambar pada teks ulasan film tersebut adalah peristiwa yang menyedihkan, karena setelah tsunami menghantam perkampungan membuat Delisa kehilangan semuanya, yaitu keluarga dan rumah. Selain itu delisa mengalami penyiksaan fisik, yakni kaki Delisa yang diamputasi. Dari akhir kejadian tersebut delisa kini tinggal bersama abinya.
D.    Setelah peristiwa tsunami mereda, Delisa diselamatkan seorang tentara A.S  bernama Smith, namun kaki delisa harus diamputasi. Delisa juga dikenalkan dengan Sophie, relawan yang merasa simpati terhadapnya. Dia sudah mengetahui bahwa umi, dan ketiga kakaknya telah pergi, yang digambarkan melalui surealis melintasi sebuah gerbang di lepas pantai menuju negri dengan masjid yang indah. Namun keberadaan uminya masih misterius. Melihat keadaan delisa, Smith ingin mengadopsi delisa, namun terlebih dahulu delisa sudah dijemput abinya.
E.     Hal-hal yang diulas penulis :
1.     Saat terjadi tsunami di pantai aceh pada tanggal 26 desember 2004, bersamaan ketika Delisa menjalankan praktik salat di ruang sekolah di Lhok Nga dan disaksikan ustaz Rahman dan ustazah Nur serta umi Delisa dan ibu lainnya. Namun hal itu tidak berpengaruh terhadap delisa, dia tetap focus pada salatnya walaupun umi Delisa berteriak dengan panic memanggil Delisa.
2.     Sebelum terjadinya tsunami, teks tersebut memaparkan bahwa delisa tinggal bersama umi dan ketiga kakaknya (Fatimah,Aisyah,Zahra). Abinya bekerja disebuah kapal tanker asing nun yang jauh dari tempat tinggal mereka. Delisa digambarkan sulit melakukan hafalan salat dan susah dibangunkan saat salat shubuh. Uminya sampai menjanjikan akan memberikan sebuah kalung emas berinisial “D” jika dia lulus ujian Pratik salat.
3.     Setelah tsunami mereda, Delisa diselamatkan seorang tentara A.S  bernama Smith, namun kaki delisa harus diamputasi. Delisa juga dikenalkan dengan Sophie, relawan yang merasa simpati terhadapnya. Dia sudah mengetahui bahwa umi, dan ketiga kakaknya telah pergi, yang digambarkan melalui surealis melintasi sebuah gerbang di lepas pantai menuju negri dengan masjid yang indah. Namun keberadaan uminya masih misterius. Melihat keadaan delisa, Smith ingin mengadopsi delisa, namun terlebih dahulu delisa sudah dijemput abinya.
4.     Dengan keadaan fisik delisa yang memperhatinkan, namun dia masih saja memberi semangat pada temannya umam dan ustaz rahman yang hamper patah semangat. Delisa juga masih ingin bermain bola walaupun keadaan fisik dan batinnya sedang memburuk.
5.     Setelah Delisa kembali kepelukan abinya, abinya mencoba membuat rumah dan membuat nasi goring untuk Delisa, namun Delisa beranggapan bahwa masakkan abinya tidak selezat masakkan uminya. Kemudian Koh Acan menawarkan dan membuatkan bakmi kesukaan Delisa.
6.     Di akhir  cerita, keberadaan umi Delisa masih misterius, apakah uminya selamat atau setidaknya dapat ditemukan tubuhnya. Namun apapun yang dialami delisa, dia tetap menjadi pribadi yang ikhlas. Dia juga bertekat untuk menyelesaikan hafalan salat bukan karena kalung tetapi karena ingin salat yang benar.

2.     TABEL KATA BAKU DAN TIDAK BAKU

KATA

BAKU

TIDAK BAKU
Shalat
Salat
Salat
Shalat
Ustaz
Ustad
Ustaz
Ustad
Doa
Do’a
Do’a
Doa
Risiko
Resiko
Resiko
Risiko
Tangker
Tanker
Tanker
Tangker
Praktik
Praktek
Praktek
Praktik
Masjid
Mesjid
Masjid
Mesjid
Kamp
Kemp
Kamp
Kemp
Iklas
Ikhlas
Ikhlas
Iklas
Khusyuk
Khusyu
Khusyu
Khusyuk


Senin, 14 April 2014

Bahasa Sastra Dan Indonesia
Menganalisis Film "Tanah Surga Katanya"

        Assalllamu'alaikum wr.wb


    Dari film "Tanah Surga Katanya" saya memperoleh beberapa makna, didalam film tersebut yang berisikan kehidupan bertanah air Indonesia. pada film tersebut menceritakan betapa sayangnya kepada Negara Indonesia yang begitu disanjung meskipun keadaan pulau yang berbatasan dengan Negara Malaysia. Tetapi pada sebuah film "Tanah Surga Katanya" ini menceritakan tentang kehidupan masyarakat Indonesia dan masyarakat Malaysia. yang begitu meresahhkan ketika masyarakat indonesia tidak mengenali arti penting pada sebuah Negara yang Kaya ini.

SEKILAS CERITA:
     Kakek Hasyim, mantan sukarelawan Konfrontasi   Indonesia Malaysia tahun 1965. Ia tinggal bersama anak laki-laki satu-satunya yang juga menduda, dan dua cucunya, Salman dan Salina. Hidup di perbatasan Indonesia Malaysia merupakan persoalan tersendiri bagi mereka karena keterbelakangan pembangunan dan ekonomi.
Astuti, guru sekolah dasar di kota yang tidak sengaja mendapatkan tugas di pelosok negeri, datangg tanpa direncanakan. Ia mengajar di sekolah yang hampir rubuh karena setahun tidak berfungsi. Tak lama berlangsung datang pula dr. Anwar, yang sering sipanggil dr. intel, dokter muda yang datang karena tidak mampu bersaing sebagai dokter profesional di kota kemudian memutuskan untuk bertugas di pelosok negeri (Kalimantan Barat) .

Haris adalah anak satu-satunya Hasyim yang mencoba membujuk ayahnya untuk pindah ke Malaysia dengan alasan disana lebih menjanjikan secara ekonomi disbanding tetap tinggal di perbatasan Indonesia dan Malaysia. Hasyim bersikeras tidak mau pindah. Baginya kesetiaan kepadabangsa adalah harga mati.

Persoalan semakin meruncing dan memanas ketika Hasyim tau kalau Haris sudah menikah dengan perempuan Malaysia dan bermaksud mengajak Salman dan Salina. Salman yang dekat dengan sang kakek memilih tetap tinggal di Indonesia.

Kakek Hasyim sakit, dr. Anwar berusaha memberikan perawatan dan obat yang lebih rutin, namun keterbatasan sarana dan obat membuat kondisi Hasyim memburuk. Dr. Anwar memutuskan untuk membawa Kakek Hasyim ke rumah sakit kota dengan uang hasil kerja Salman yang berkerja matimatian demi mendapatkan uang untuk sang kakek yang dibela-belain menempuh perjalanan jauh dari perbatasan Indonesia dan Malaysia, Kakek Hayim dibawa ke rumah sakit kota menggunakan perahu. Mereka berangkat ditemani oleh Bu Astuti dan dr. Anwar. Di tengah perjalanan yang hampir sampai nyawa Kakek Hasyim tidak tertolong. Ia meninggal bersamaan dengan pekik dan sorak sorai Haris atas kemenangan kesebelasan Malaysia dan Indonesia.

ANALISIS

      film yang mengangkat tema nasionalisme "Tanah Surga Katanya". Mengisahkan kehidupan masyarakat yang hidup di perbatasan Indonesia dengan Malaysia. Boleh dikatakan mereka lupa akan kehidupan mereka yang sebenarnya adalah warga Negara Indonesia. Disini, segala aspek kehidupan yang berbau Indonesia sangat tidak nampak. Bahkan mereka menggunakan mata uang dolar untuk bertransaksi. Hal ini menunjukan betapa bingungnya mereka untuk tetap memegang teguh jiwa nasionalisme mereka. Mungkin bukan kesalahan masyarakatnya sehingga menjadi demikian, mari kita lihat dari segala segi aspek kehidupan. Kemiskinan atau rendahnya perekonomian juga sarana kesehatan membuat mereka lupa akan tanah airnya sendiri, "Tanah Surga Katanya". Bahkan dikisahkan hanya ada satu orang kakek yang memiliki bendera pusaka, merah putih yang tidak dikibarkan setelah peristiwa konfrontasi Indonesia dengan Malaysia.

Dari segi konflik, dimulai ketika Kakek Hasyim diajak pindah ke Malaysia oleh anaknya dengan alasan disana akan menjamin kehidupan yang lebih baik, namun ia menolak. Ditambah Salman, cucu laki-lakinya yang sangat dekat dengan kakeknya juga menolak untuk pindah ke Malaysia. Ia lebih memilih untuk menetap di Indonesia dengan sang kakek.

     Pada film "Tanah Surga Katanya", banyak sekali nilai-nilai nasionalisme yang dapat kita ambil. Nilai-nilai nasionaliseme menurut film tersebut antara lain:
1. Sang kakek yang diajak pindah ke negeri seberang (Malaysia) oleh sang anak namun menolaknya dengan alasan yang sangat logis dan nasionalisme. Dialognya kepada sang anak di depan para cucunya sangat mengoyak hat.
2. Nasionalisme yang diturunkan dari alat tukar atau mata uang yang digunaken oleh masyarakat perbatasan itu adalah ringgit, mereka sama sekali tidak mengenal rupiah bahkan anak-anakpun tidak tahu mata uang negaranya sendiri, dari sini penonton mulai terketuk pintu hatinya. Bagaimana bisa mata uang Negara sendiripun tidak diketahui, padahal setiap hari digunakan untuk nilai tukar.
3. Ketika warga tak satupun memiliki bendera merah putih, hanya Kakek Hasyim, kakek tua yang memilikinya, menjaga dengan baik dan sangat menghargai bendera itu.
4. Siswa sekolah dasar tidak mengenal lagu kebangsaan , bagaimana bisa siswa sekolah dasar tidak tahu lagu kebangsaan negaranya sendiri? Yang seharusnya setiap hari Senin pagi dinyanyikan bersama-sama. Mereka menganggap lagu “Kolam Susu” adalah lagu kebangsaan mereka.
5. Bagaimana bisa seorang anak rela menukar salah satu kain sarung yang sengaja dibeli untuk kakeknya dengan bendera Indonesia yang hanya dibuat tutup barang dagangan oleh seseorang.

   Sekian dari analisis saya jika ada kurangnya saya minta maaf, sekian Terimakasih

Wassalamu'alaikum wr.wb

Jumat, 14 Maret 2014

4. SEJARAH DRAMA DAN TEATER

4. SEJARAH DRAMA DAN TEATER

A.    Perkembangan Taraf Awal
Sastra drama di Indonesia ditulis pada awal abad 19, tepatnya tahun 1901, oleh seorang peranakan Belanda bernama F. Wiggers, berupa sebuah drama satu babak berjudul Lelakon Raden Beij Soerio Retno. kemudian bermunculanlah naskah-naskah drama dalam bahasa Melayu Rendah yang ditulis oleh para pengarang peranakan Belanda dan/ atau Tionghoa.
Di Indonesia pada awalnya dikenal ada dua jenis teater, yaitu:
1.      Teater klasik
Teater kalsik lahir dan berkembang dengan ketat di lingkungan istana, jenis teater klasik lebih terbatas, dan berawal dari teater boneka dan wayang orang. Teater boneka sudah dikenal sejak zaman prasejarah Indonesia (400 Masehi). Teater klasik sarat dengan aturan-aturan baku, membutuhkan persiapan dan latihan suntuk, membutuhkan referensi pengetahuan, dan nilai artistik sebagai ukuran utamanya.



2.       Teater rakyat
Teater rakyat tak dikenal kapan munculnya. Teater rakyat lahir dari spontanitas kehidupan masyarakat pedesaan, jauh lebih longgar aturannya dan cukup banyak jenisnya. Teater rakyat diawali dengan teater tutur. Pertunjukannya berbentuk cerita yang dibacakan, dinyanyikan dengan tabuhan sederhana, dan dipertunjukkan di tempat yang sederhana pula. Teater tutur berkembang menjadi teater rakyat dan terdapat di seluruh Indonesia sejak Aceh sampai Irian. Meskipun jenis teater rakyat cukup banyak, umumnya cara pementasannya sama. Perlengkapannya disesuaikan dengan tempat bermainnya, terjadi kontak antara pemain dan penonton, serta diawali dengan tabuhan dan tarian sederhana. Dalam pementasannya diselingi dagelan secara spontan yang berisi kritikan dan sindiran. Waktu pementasannya tergantung respons penonton, bisa empat jam atau sampai semalam suntuk.
Contoh-contoh teater rakyat adalah sebagai berikut:
1)      Makyong dan Mendu di daerah Riau dan Kalimantan Barat,
2)      Randai dan Bakaba di Sumatera Barat,
3)      Mamanda dan Bapandung di Kalimantan Selatan,
4)      Arja, Topeng Prembon, dan Cepung di Bali,
5)      Ubrug, Banjet, Longser, Topeng Cirebon, Tarling, dan Ketuk Tilu di Jawa Barat,
6)      Ketoprak, Srandul, Jemblung, Gatoloco di Jawa Tengah,
7)      Kentrung, Ludruk, Ketoprak, Topeng Dalang, Reyog, dan Jemblung di Jawa Timur,
8)      Cekepung di Lombok,
9)      Dermuluk di Sumatera Selatan dan Sinlirik di Sulawesi Selatan,
10)  Lenong, Blantek, dan Topeng Betawi di Jakarta dan sebagainya,
11)  Randai di Sumatera Barat.


            Pada dasarnya, drama pada perkembangan taraf awal hanya berupa:
  1. Kegiatan ritual keagamaan (bersifat puitis, melafalkan mantra-mantra).
  2. Pemvisualan dalam bentuk tari dan musik.
  3. Jenis tontonan, pertunjukan, hiburan tetapi cerita bukan masalah utama, cerita berupa mitos atau legenda. Drama bukan cerita tetapi penyampaian cerita yang sudah ada.
  4. Dilakukan oleh kalangan tertentu karena sebagai kegiatan yang khidmat dan serius.
  5. Kekaguman terhadap pemain karena sifat supernatural.
  6. Cerita bersifat sakral, maka diperlukan seorang pawang ada persyaratan dan aturan ketat bagi pemain dan penonton tidak boleh melanggar pantangan, pamali, dan tabu.
  7. Sebagai pelipur lara.
  8. Sebagai sarana mengajarkan ajaran agama  (Hindu, Budha, Islam).
  9. Melahirkan kesenian tradisional. Ciri-ciri kesenian tradisional menurut Kayam 1981: 44 kesenian tradisional-termasuk didalamnya teater-yaitu bentuk kesenian yang yang hidup dan berakar dalam masyarakatdaerah yang memelihara suatu tradisi bidaya daerah, akan memiliki ciri-ciri ketradisionalan dan kedaerahan. Ciri-ciri kesenian tradisional, yang di dalam pembicaraan ini dimaksudkan sebagai teater tradisional, menurut Umar Kayam adalah:
a.       Ruang lingkup atau jangkauan terbatas pada lingkungan budaya yang mendukungnya.
b.      Berkembang secara perlahan sebagai akibat dari dinamika yang lamban dari masyarakat tradisional.
c.       Tidak spesialis.
d.      Bukan merupakan hasil kreativitas individu, tetapi tercipta secara anonim bersama dengan sifat kolektivitas masyarakat yang mendukungnya.
  1. Sebagai konsekuensi kesenian tradisional, teater tradisional mempunyai fungsi bagi masyarakat. Fungsi yang dilaksanakan oleh masyarakat pendukungnyalah yang menyebabkan salah satu faktor mengapa teater tradisional ini tetap bertahan di dalam masyarakatnya. Fungsi teater tradisional sebagaimana kesenian lainnya bagi masyarakat pendukungnya adalah seperti dirumuskan berikut ini:
a.       Sebagai alat pendidakan (topeng jantu dari Jakarta untuk nasehat perawinan/rumah tangga)
b.      Sebagai alat kesetiakawanan sosial.
c.       Sebagai sarana untuk menyampaikan kritik sosial.
d.      Alat melarikan diri sementara dari dunia nyata  yang membosanakan.
e.       Wadah pengembangan ajaran agama.








B.     Pengaruh Kepercayaan ( Hindu, Buddha, Kristen, dan Islam) pada Drama
 Tradisi teater sudah ada sejak dulu dalam masyarakat Indonesia,karena pada saat itu masyarakat Indonesia yang masih menganut paham/kepercayaan terhadap animisme dan dinamisme,  maka dari itu setiap upacara adat dan keagamaan teater selalu dipentaskan untuk mengiringi upacara tersebut. Teater biasanya dipertunjukkan di pesta perkawinan,selamatan dan sebagainya. Adapun fungsi teater saat itu adalah sebagai:
1.      pemanggil kekuatan gaib,
2.       menjemput roh pelindung untuk hadir di tempat pertunjukan,
3.      memanggil roh baik untuk mengusir roh jahat,
4.      peringatan nenek moyang dengan mempertontonkan kegagahan/kepahlawanan,
5.      pelengkap upacara sehubungan dengan peringatan tingkat hidup seseorang, dan
6.      pelengkap upacara untukk saat tertentu dalam siklus waktu.

C.Perkembangan Drama Pada Masa Kolonial dan Jepan
1.      Belanda
Sepanjang tahun 1930-an para dramawan pribumi kita umumnya adalah sastrawan yang tidak begitu akrab dengan seni pertunjukan sehingga naskah-naskah yang mereka buat digolongkan dalam drama kamar, jenis yang lebih merupakan bacaan daripada bahan pementasan. Para sastrawan muda angkatan Sanusi Pane mendapatkan pendidikan di sekolah menengah Belanda yang memberikan pengetahuan mengenai kesenian sekitar tahun 1880-an di negeri itu. Itulah sebabnya angkatan 1880-an yang muncul di negeri Belanda menjadi acuan bagi perkembangan drama romantic di Indonesia. Dalam rangka pengaruh itu, muncullah drama-drama yang menunjukkan perhatian mereka terhadap masa lampau dan negeri asing seperti Sandyakalaning Majapahit yang berlatar zaman klasik dan Manusia baru  yang berlatar negeri asing untuk mengungkapkan idialisme dan simpati mereka terhadap kaum tertindas.
2.      Jepang
Dalam Periode Drama Zaman Jepang setiap pementasan drama harus disertai naskah lengkap untuk disensor terlebih dulu sebelum dipentaskan. Dengan adanya sensor ini, di satu pihak dapat menghambat kreativitas, tetapi di pihak lain justru memacu munculnya naskah drama. Perkembangan drama boleh dikatakan praktis berubah ke arah lain ketika pada awal tahun 1940-an para pemerintah Jepang menguasai militer Indonesia dan menentukan dengan tegas bahwa segala jenis seni, tak terkecuali pertunjukkan, harus dipergunakan sebagai alat propaganda untuk mendukung gagasan Asia Timur Raya. Sensor sangat ketat dari pemerintah militer Jepang menyebabkan dramawan kita tidak bias berbuat lain kecuali mematuhinya dengan menghasilkan sejumlah drama yang dianggap bisa menyebarluaskan gagasan dasar Asia Timur Raya, tujuan utama Jepang dalam melakukan ekspansi ke Asia Timur dan Tenggara. Dengan demikian  muncullah drama seperti karya Merayu Sukma, Pandu Pertiwi. Karya Merayu Sukma jelas-jelas menggunakan simbol-simbol dalam rangka menyebarluaskan gagasan militerisme, suatu hal yang pada dasarnya dilakukan juga oleh Rustam Efendi dalam Bebasari, tetapi tujuan penulisannya berbeda, bahkan berlwanan. Bebasari adalah drama yang mempropogandakan gagasan kemerdekaan sebagai lakon simbolis sementara Pandu Pertiwi adalah drama yang memaksakan pelaksanaan gagasan militerisme Jepang. Persamaannya adalah keduanya menggunakan simbol-simbol dalam teknik penulisannya.

C.     Perkembangan Drama Pada Masa Modern
Pada Periode Drama Sesudah Kemerdekaan naskah-naskah drama yang dihasilkan sudah lebih baik dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sudah meninggalkan gaya Pujangga Baru. Pada saat itu penulis drama yang produktif dan berkualitas baik adalah Utuy Tatang Sontani, Motinggo Boesye dan Rendra. Pada Periode Mutakhir peran TIM dan DKJ menjadi sangat menonjol. Terjadi pembaruan dalam struktur drama. Pada umumnya tidak memiliki cerita, antiplot, nonlinear, tokoh-tokohnya tidak jelas identitasnya, dan bersifat nontematis. Penulis-penulis dramanya yang terkenal antara lain Rendra, Arifin C. Noer, Putu Wijaya, dan Riantiarno.
Kini kita berpaling ke drama-drama modern yang menggunakan naskah. Kiranya sukses drama tradisional dalam kemandiriannya tidak dapat diwarisi oleh grup-grup drama modern. Walaupun begitu kehadiran mereka dalam khasanah sastra Indonesia merupakan fenomena yang tidak dapat dilupakan. Kita kenal nama-nama besar seperti Bengkel Teater, Teater Populer, Teater Starka, Teater Alam, dan sebagainya. Profesionalisme dalam berkesenian belum cukup untuk menjawab tantangan jaman. Dibutuhkan pengelola keuangan dan organisator yang mampu memanjangkan nafas hidup group-group teater modern. Paling tidak teater modern membutuhkan impresario atau tokoh semacam itu.
Di berbagai kota, banyak dramawan-dramawan muda yang masih memiliki idealisme tinggi meneruskan kegiatan berteater meskipun secara finansial tidak menjajikan perbaikan nasib. Di Surakarta, kehidupan Taman Budaya Surakarta (TBS) dimotori oleh dramawan-dramawan muda, seperti Hanindrawan, Sosiawan Leak, dan dramawan-dramawan muda dari 9 fakultas di UNS, serta dari perguruan tinggi lain di Surakarta.